Saturday, January 21, 2012

Potlot Adventure

Potlot Adventure


Situ dan Candi di Kampung Pulo, Garut

Posted: 21 Jan 2012 04:34 PM PST

KONON di Kampung Pulo berabad-abad lalu, terdapat putri Hindu nan cantik jelita. Ketika itu, datanglah Arif Muhammad, panglima perang kerajaan Mataram. Dalam pelariannya setelah kalah melawan Belanda, Arif memutuskan menetap di desa. Sambil menyebarkan agama Islam, ia lalu jatuh hati pada sang putri.

Gayung pun bersambut. Sang putri mengiyakan, namun dengan satu syarat. Buatlah danau yang mengelilingi desa, pinta sang putri. Esoknya, muncullah sebuah situ, yang kini bernama situ Cangkuang.

Kisah itu diceritakan turun temurun di Kampung Pulo, Kecamatan Leles, Garut. Situ Cangkuang yang kini menjadi objek wisata, menyimpan banyak kisah. Begitu juga Candi Cangkuang di seberang situ, serta makam Arif Muhammad di sebelahnya.

Untuk mencapai lokasi, rakit bambu disediakan pengelola. Cukup Rp 3.000 untuk dewasa dan Rp 2.000 untuk anak-anak. Tak sampai sepuluh menit menyebrangi situ, kami sudah bisa sampai di candi setinggi delapan setengah meter itu.

Perpaduan Hindu-Islam menjadi ciri istimewa. Candi dan makam Arif Muhammad terletak bersisian menandakan harmoni dua agama. Pertama kali candi ditemukan pada 1966 oleh Harsoyo dan Uka Candrasasmita. Penemuan ini berdasarkan laporan Vorderman tahun 1893.

Sayangnya, candi Cangkuang ditemukan tak berbentuk. Hanya bersisa 40 persen saja puingnya yang 60 persen yang hilang lalu dibuat replika. Sehingga pada 1976, candi itu utuh kembali. Tepat di belakang komplek candi, terdapat rumah adat yang dengan bebas bisa ditelusuri.

Rumah adat Kampung Pulo hanya tujuh saja jumlahnya. Tak boleh lebih, juga tak boleh kurang. Susunannya seperti huruf U, lingkungannya terawat, bersih, dan rapi. Jumlah ini simbol dari tujuh anak Arif Muhammad. Satu bangunan masjid melambangkan anak laki-laki. Enam lainnya berupa rumah tinggal, melambangkan anak perempuan.

“Kalau anak sudah menikah, dia harus pindah dari desa ini, tapi kalau ada rumah yang kosong, nanti dipanggil kembali,” jelas Tatang, Juru Kunci di Kampung Pulo.

Walau memeluk agama islam, warga kampung memengang garis keturunan perempuan. Maka, hanya anak perempuan yang berhak tinggal di desa, anak laki-laki harus pindah ketika dewasa.

Tatang, pria paruh baya itu, kemudian bercerita banyak hal. Kisah tentang benda pusaka yang hilang, para leluhur, bentuk rumah, dan kisah adat Kampung Pulo lainnya.(http://www.mediaindonesia.com/M-3)

Kenang Majapahit di Museum Mpu Tantular

Posted: 21 Jan 2012 04:26 PM PST

SEORANG kolektor berkebangsaan Jerman yang sudah menjadi warga Surabaya Van Faber mendirikan Stedelijk Historisch Museum karena jatuh cinta pada kebesaran Kerajaan Majapahit.

Upaya Van Faber untuk mendirikan museum ini sebenarnya sudah dirintis sejak tahun 1922, tetapi baru sebelas tahun kemudian dapat diwujudkan. Museum ini dibuka secara resmi pada tanggal 25 Juni 1937.

Sejarah museum
Dalam perjalanannya, nama Stedelijk Historisch Museum Surabaya pada tahun 1972 diubah menjadi Museum Jawa Timur dan pada tanggal 1 November 1974 diresmikan dengan nama Museum Negeri Provinsi Jawa Timur Mpu Tantular.

Pemberian nama Mpu Tantular bagi museum ini adalah untuk mengabadikan pujangga besar Majapahit, pengarang kitab Arjunawijaya dan Sutasoma yang didalamnya terkandung falsafah Bhineka Tunggal Ika yang selanjutnya dijadikan semboyan bangsa Indonesia.

Koleksi
Koleksi museum ini berjumlah kurang lebih 15.000 buah yang digolongkan menjadi koleksi geologi, biologi, etnografi, arkeologi, sejarah, numismatik, heraldik, filologi, keramik, seni rupa dan teknologi.

Seluruh koleksi yang dipamerkan di ruang pameran tetap museum terdiri dari koleksi yang terbagi dari zaman prasejarah, klasik (Hindu-Budha), zaman Islam, kolonial dan zaman modern, termasuk di dalamnya koleksi ilmu pengetahuan dan teknologi. (OL-08)

Jam buka museum
Selasa s/d Kamis : pukul 08.00 s/d 15.00 WIB
Jumat : pukul 07.00 s/d 14.00 WIB
Sabtu :pukul 08.00 s/d 13.30 WIB
Senin : tutup

Harga tiket masuk
Dewasa : Rp 1.500,-
Anak-anak : Rp 1.000,-
Rombongan (minimal 10 orang)
Dewasa : Rp 1.000,-
Anak-anak : Rp 500,-

Transportasi
a. Dari Bandara Udara Juanda : 15 Km
b. Dari Pelabuhan Laut Tanjung Perak : 50 Km
c. Dari terminal bus Bungur Asih : 10 Km
d. Dari Stasiun KA : 35 Km

Mengenal Gula di Museum

Posted: 21 Jan 2012 04:12 PM PST

INGIN mengetahui bagaimana proses membuat gula dan segala hal informasi mengenai gula, silahkan mampir ke Museum Gula di Klaten, Jawa Tengah. Museum ini menempati salah satu bangunan bekas tempat tinggal yang berada di kompleks Pabrik Gula Gondang Baru, Jogonalan, Klaten.

Museum ini berdiri atas prakarsa Gubernur Jawa Soepardjo Roestam dan mendapat dukungan penuh dari Direktur Utama PTP XV-XVI (Persero) pada 11 September 1982.

Tercetusnya membuat museum ini karena pertimbangan bahwa perkembangan industri gula negara perlu ditunjang dengan data sejarah sebagai data untuk pengembangan lebih lanjut. Pertimbangan tersebut rupanya menjadi dasar perlunya museum gula didirikan sebagai tempat penelitian dan resmi beroperasi sejak 22 Agustus 1986 bertepatan dengan konggres International Society of Sugar Cane Technologist (ISSCT) XIX.

Koleksi museum
Koleksi yang dimiliki terdiri dari peralatan tradisional, penanaman tebu, bibit tebu dan peralatan tradisional pemeliharaan tanaman tebu. Selain itu juga ada alat-alat mekanisme atau fabrikasi dari pabrik gula, serta beberapa foto penunjang antara lain: foto pabrik gula lama, foto upacara gilung pertama serta tiruan visualisasi ruang administrasi lama.

Di salah satu ruangannya, kita dapat menyaksikan maket pabrik gula Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Sumatra Selatan. Masih di ruang yang sama, dipajang koleksi yang berhubungan dengan proses produksi gula, sejak dari masa penanaman hingga pembuatan gula. Tak hanya alat pertanian yang digunakan dalam bercocok tanam tebu, bahkan sejumlah hama pengganggu tanaman juga dipajang.

Selain itu ada mesin-mesin yang digunakan di sebuah pabrik gula (manual-modern) dan alat laboratorium. Terlebih lagi di ruang berikutnya dipamerkan berbagai jenis perangkat kerja seperti mesin ketik, mesin hitung, juga alat hitung manual yang semuanya terlihat antik. Beberapa diantaranya dibuat tahun 1900-an.

Tak kalah menariknya, adalah koleksi yang ada di sebelah kiri bangunan museum. Di sini ada lokomotif kuno yang dibuat Backer dan Rubb Prada Nederland tahun 1889 lalu ada loko buatan Jerman produksi tahun 1901, pedati (semacam gerobak yang digerakkan dengan sapi/kerbau), yang digunakan sebagai pengangkut tebu dari ladang ke pabrik, dan alat transportasi untuk inspeksi di perkebunan.

Jam Buka Museum
Senin-Kamis : pukul 07.00 – 14.00 WIB
Jumat : pukul 07.00 – 11.00 WIB
Sabtu : pukul 07.00 – 14.00 WIB
Minggu : pukul 08.00 – 12.00 WIB

Harga Karcis Masuk
a. Dewasa : Rp 3.500,-
b. Anak-anak : Rp 3.500,-

Lokasi Museum
d/a. Pabrik Gula Gondang Baru Jalan Raya Jogja – Solo Km. 25, Klaten – Jawa Tengah. (*/OL-5)

Dari Gubuk Menjadi Bangunan Bersejarah RI

Posted: 21 Jan 2012 07:05 AM PST

SEBELUM menjadi Museum Perundingan Linggarjati, bangunan ini hanya berupa gubuk milik Ibu Jasitem di tahun 1918. Lalu pada tahun 1921, seorang kebangsaan Belanda bernama Tersana, merombak gubuk itu menjadi rumah semi permanen.

Rumah itu kemudian dibeli keluarga Van Ost Dome, lalu merombaknya pada tahun 1930 hingga 1935, menjadi rumah tinggal seperti sekarang ini. Rumah ini pada periode 1935-1946 dikontrak Heiker (bangsa Belanda) untuk dijadikan hotel yang bernama Rus Toord.

Keadaan tersebut terus berlanjut setelah Jepang menduduki Indonesia dan diteruskan setelah kemerdekaan Indonesia. Sempat kembali dijadikan hotel dan berubah namanya menjadi Hokay Ryokan.

Setelah Indonesia mengumandangkan kemerdekaanya, bangunan tersebut kemudian diambil alih oleh pemerintah RI dan berganti namanya menjadi Hotel Merdeka. Jika Anda yang pernah kesana dan memperhatikan letak pembagian ruangan dalam museum ini, memang menyerupai pembagian ruangan untuk hotel.

Pada tahun1946 di gedung ini berlangsung peristiwa bersejarah yaitu Perundingan antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Belanda yang melahirkan naskah Linggarjati. Dari situlah hingga kini gedung tersebut dikenal dengan Gedung Perundingan Linggarjati.

Sejak aksi militer tentara Belanda ke-2 (1948-1950) gedung ini kembali dijadikan markas Belanda, lalu dialihfungsikan menjadi Sekola Dasar Negeri Linggarjati (1950-1975). Selanjutnya di tahun 1975, Bung Hatta dan Ibu Sjahrir berkunjung sekaligus menyampaikan pesan bahwa gedung tersebut akan dipugar oleh Pertamina. Tahun 1976, gedung akhirnya diserahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk menjadi museum.

Museum ini mengoleksi berupa naskah perundingan, foto-foto, dan meja kursi yang menggambarkan peristiwa yang berhubungan dengan perundingan Linggarjati. Hampir semua barang yang terdapat dalam museum masih asli waktu perundingan Linggarjati.

Jika biasanya Anda melihat banyak kerusakan di banyak museum dan coret-coretan dari tangan nakal para pengunjung, di museum ini Anda akan tidak pernah menyaksikannya. Pasalnya, pengurus museum dan penduduk lokal disekitarnya sangat menjaga salah satu gedung bersejarah tersebut.

Museum Perundingan Linggarjati ini terletak di desa Linggarjati, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Jam bukanya, Senin-Jumat (07.00-15.00), Sabtu-Minggu (08.00-17.00) dengan tarif masuk gratis. Anda hanya perlu membayar seikhlasnya kepada para pemandu yang siap menjelaskan lebih detail sejarah mengenai bangunan.(http://www.mediaindonesia.com/Ol-5)

0 comments: