Thursday, January 19, 2012

Potlot Adventure

Potlot Adventure


Saatnya Tana Toraja Jadi Objek Wisata Favorit

Posted: 19 Jan 2012 04:21 PM PST

JIKA Anda diminta untuk menyebutkan kawasan wisata terindah di Indonesia, pasti yang langsung teringat di kepala Anda mungkin hanya Kuta di Bali, Pantai Senggigi di Lombok atau Taman Nasional Bunaken. Mengapa tidak mencoba memasukkan Tana Toraja menjadi dalam daftar perjalanan liburan Anda berikutnya?

Terletak sekitar 350 km sebelah utara Makassar, Tana Toraja ini terkenal dengan bentuk bangunan rumah adatnya bernama Tongkongan. Tongkongan terlihat unik karena beratapkan daun nipa dan memiliki strata sesuai derajat kebangsawanan masyarakat seperti emas, perunggu, besi dan kuningan.

Selain itu, batu grafit dan batuan lainnya, serta birunya pegunungan di kejauhan setelah melewati pasar Desa Mebali, akan terlihat masyarakat yang sedang beternak domba. Pemandangan terlihat kontras dengan padang rumput yang hijau subur, limpahan makanan di tanah tropis yang indah.

Daya tarik lainnya adalah upacara pemakaman yang biasa disebut Rambu Tuka. Di Tana Toraja, mayat untuk sementara waktu disimpan di Tongkanan. Jangka waktu ini tidak ditentukan, bahkan bisa lebih dari 15 tahun berada disana sampai keluarganya memiliki biaya untuk melakukan upacara yang pantas bagi si mayat. Selanjutnya setelah upacara selesai digelar, barulah mayat di masukkan dalam goa.

Tengkorak-tengkorak itu menunjukan pada kita bahwa mayat itu tidak dikuburkan tapi hanya diletakan di batuan, atau di bawahnya, atau di dalam lubang. Biasanya, musim festival pemakaman dimulai ketika padi terakhir telah dipanen. Biasanya akhir Juni atau Juli, dan paling lambat bulan September.

Tidak hanya sampai di situ, Anda juga dapat mengunjungi batu Tomonga yang artinya adalah batu yang mengarah kea wan. Dari tempat ini kita bisa melihat banyaknya batuan vulkanik yang bermunculan dari hamparan sawah. Dan beberapa batu raksasa yang menjadi Goa. Benar-benar pemandangan yang indah dan menjadikan Tana Toraja terlihat subur dan hijau.

Masih kurang puas? Anda juga wajib melakukan perjalanan dari Rantepao ke Kete yang merupakan desa tradisional dengan kerajinan tangan khas Toraja. Di belakang desa di bagian bukit ada goa yang ukuranya sudah lebih tua dari ukuran orang hidup.

Bagi Anda yang ingin menginap di tengah kota, di sana terdapat banyak pilihan hotel. Namun jika Anda ingin liburan yang tak terlupakan, Anda bisa tidur di salah satu rumah bersama masyarakat sekitar desa.(mediaindonesia.com/Ol-5)

Pesona Kota Karang

Posted: 19 Jan 2012 04:08 PM PST

TERIK mentari terasa menusuk begitu Anda menginjakkan kaki di Bandar Udara El Tari yang terletak di Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Di siang hari, suhu udara di sini memang bisa sangat tinggi, yakni sekitar 37 derajat Celcius. Akan tetapi, semua itu sepadan dengan pengalaman merasakan sejuta pesona yang bersemayam di Kota Karang ini.

Bagi Anda yang terbiasa terjebak macet di Jakarta, mengunjungi Kupang bisa menjadi alternatif penghilang keruwetan otak. Di kota ini, jalanan terlihat lengang dan tidak sepadat Jakarta. Hanya beberapa kendaraan bermotor yang terlihat melintas di sepanjang jalan.

Sebagai sarana transportasi umum, terdapat minibus angkutan kota yang lebih dikenal dengan sebutan ‘oplet’ untuk melayani rute dalam kota. Selain itu, ada pula taksi dan armada bus kota yang melayani rute ke luar kota. Jika hendak ke Dili, Anda tinggal mencari bus yang melayani rute antarnegara, salah satunya disediakan oleh DAMRI. Sementara itu, layanan imigrasi Indonesia-Timor Leste dilakukan di Tasifeto Timur-Batugede.

Keindahan laut
Kupang menyimpan daya tarik tersendiri dengan keindahan laut biru dan pantai putihnya. Pantai Lasiana merupakan salah satu destinasi wisata andalan Kota Kupang, yang terletak di Kecamatan Kupang Tengah, sekitar 12 km di sebelah timur pusat kota. Untuk sampai ke sana, Anda membutuhkan waktu tempuh sekitar 30 menit menggunakan kendaraan bermotor.

Kawasan di sekitar pantai Lasiana mempunyai topografi alam yang unik, merupakan perpaduan antara pantai dan perbukitan di bagian baratnya. Semilir angin yang membelai lembut wajah serta debur ombak di pantai berpasir putih ini mampu membius siapa pun yang berkunjung ke sana. Pada hari libur, terutama libur sekolah dan hari raya, pantai ini diserbu wisatawan yang ingin berekreasi melepas lelah dan menikmati pemandangan alam di sana.

Di sepanjang pantai Lasiana, terdapat deretan pohon kelapa dan lontar yang meneduhkan. Jika ingin beristirahat, Anda tinggal memilih satu di antara sederet lopo-lopo, sebutan penduduk lokal untuk pondok yang dibangun menyerupai payung dengan tiang dari batang pohon kelapa atau kayu, dan beratapkan ijuk atau pelepah kelapa, lontar, dan alang-alang.

Sebagai camilan, Anda bisa menikmati aneka jajanan seperti kelapa muda, jagung bakar, atau pisang gepe yang dijajakan beberapa penjual. Selain itu, tersedia pula beberapa kios yang menjual berbagai cinderamata unik khas NTT sebagai buah tangan.

Kuliner lezat
Bagi para penggemar seafood, kota ini bagaikan surga karena menyediakan berbagai macam kuliner olahan hasil laut nan lezat. Wisatawan yang berkunjung ke Kupang akan dimanjakan dengan suguhan ikan bakar berukuran jumbo, olahan cumi serta udang dengan harga yang ringan di kantong.

Bagi pecinta daging, masakan daging se’i yakni daging sapi atau daging babi yang diasap dan dicampur susu, garam, dan rempah-rempah tentunya juga menerbitkan selera. Jangan lupa untuk mencicipi makanan khas Kupang lainnya, jagung bose, yang dibuat dari campuran jagung, sayuran, serta kacang-kacangan seperti kacang hijau dan kacang tanah. Hmm… Sedap!

Jika ingin membeli oleh-oleh untuk kerabat di rumah, langkahkan kaki menuju kios Ibu Soekiran, yang merupakan pusat oleh-oleh khas NTT. Di kios yang terletak di JL Moh. Hatta No. 16, Kupang, NTT itu, tersedia berbagai macam makanan ringan seperti jagung titi, kacang sembunyi, abon sapi, jagung bumbu pedas, paru sapi, kerupuk kulit ikan, gula hela, madu hutan, serta sambal lu’at asli manalagi khas NTT. Berbagai penganan ringan itu dijual dengan harga cukup terjangkau, mulai dari Rp8.000,00-Rp25.000,00. (mediaindonesia.com/Ol-5)

Uji Nyali di Sungai Citarik

Posted: 18 Jan 2012 10:50 PM PST

ANDA mungkin ingin menikmati liburan sambil menguji nyali, tapi sudah bosan dengan permainan Halilintar, Tornado atau Arung Jeram yang tersedia di Dunia Fantasi? Kini saatnya Anda menantang derasnya sungai dan siap berhadapan dengan jeram-jeram yg menantang bersama Citarik One Stop Adventure.

Berada tepat di Sungai Citarik, Citarik One Stop Adventure yang dibangun atas prakarsa pasangan Lody Korua dan Amalia Yunita yang juga pencinta alam ini tidak hanya menyediakan sarana arung jeram yang menjadi andalan. Melainkan akan ada bermacam kegiatan seru dan menarik, seperti Adventure rafting trip, Family trecking trip, Adventure offroad trip.

Sebelum memulai petualangan Anda akan diberikan pengarahan (briefing) oleh tim dari Citarik One Stop Adventure tentang bagaimana mengenakan pakaian pelampung dan helm secara benar. Selain itu akan diberikan pengertian caya mendayung, serta cara-cara penyelamatan apabila ada rekan Anda yang terjatuh dari kapal. Dijelaskan pula istilah-istilah perintah selama rafting.

Usai pengarahan, Anda akan langsung terjun ke sungai dan merasakan derasnya arus air dan bongkahan batu yang terlihat keras dan seram dilihat dari atas. Kuncinya adalah tidak panic dan anggota team dalam satu kapal yang solid.

Bagi Anda yang membawa anak jangan khawatir karena Citarik One Stop Adventure juga menyediakan lokasi experiental education yang aman dan seru untuk buah hati Anda. Itu saja? Tentu tidak disana juga disediakan cottage yang terbuat dari tenda atau kayu-kayu untuk Anda yang usai bermain arung jeram ingin beristirahat sejenak bahkan melakukan pesta Barbeque. (mediaindonesia.com/OL-5)

Menikmati Sejarah dan Ziarah di Surabaya

Posted: 18 Jan 2012 05:41 PM PST

TAK banyak yang bisa saya bayangkan saat kaki menjejakkan Bandara Juanda, Surabaya, Jawa Timur, selain sebuah ibu kota provinsi yang padat aktivitas penduduk urban. Nyatanya bayangan ruwetnya Jakarta tak pernah terbukti, bahkan di kota besar seperti Surabaya.

“Mungkin karena jalan-jalannya enggak pas jam sibuk di tengah kota, jadi enggak ketemu macet,” ujar Diane Laurentia, asisten MICE Manager Hotel Mercure Grand Miramar, saat saya dan beberapa rekan wartawan mengikuti inspeksi di sana dua pekan lalu.

Pembangunan di kota itu tampak begitu pesat. Proyek konstruksi di mana-mana. Tapi memang bukan jalanan macet atau konstruksi mal ala Jakarta yang ingin saya cari, melainkan keindahan menawan yang membuat napas tertahan dan pandangan mata tak beranjak. Seperti deretan gedung kuno di kawasan kota tua.

Peninggalan Belanda
Satu hal yang cukup membantu adalah lokasi tempat kami menginap di Hotel Ibis Rajawali yang terletak di kota tua Surabaya yang sarat sejarah.

Julangan bangunan-bangunan peninggalan masa kolonial Belanda mengelilingi pandangan di sana. Kemegahan gedung-gedung masa lalu dengan pintu-pintu tinggi memikat hati meski tak semuanya masih berfungsi.

Banyak bangunan di kawasan utara Surabaya itu dilengkapi papan informasi di depannya, yang memberitahukan bahwa bangunan termasuk dalam cagar budaya pelestarian arsitektur sesuai peraturan daerah.

Pejalan kaki di kawasan ini pun mulai dimanja dengan jalur trotoar selebar kira-kira 4 meter di tepi jalan utama, termasuk di depan hotel, meski masih putus-sambung karena pembangunannya masih berlangsung.

Sekelompok orang berwajah Melayu keluar dari hotel saat saya juga hendak keluar, menikmati sore di Jembatan Merah yang jaraknya tak sampai 500 meter dari pintu masuk hotel. “Tamu dari Malaysia. Banyak yang suka ke sini untuk belanja di Pusat Grosir Jembatan Merah,” cetus Saiful Malik, front office manager hotel, menjawab rasa ingin tahu saya tentang mereka.

Pusat grosir itu terletak hanya di seberang hotel, di lokasi tewasnya pemimpin pasukan Inggris Jenderal Mallaby yang dikirim ke Surabaya setelah Perang Dunia II untuk melucuti tentara Jepang.

Kampung Arab
Selain gedung-gedung lawas di kawasan kota tua, beberapa rumah tinggal penduduk juga tampil cantik dengan gaya ‘jadul’-nya. Beberapa rumah di jalan-jalan kecil di kawasan Kampung Arab masih berfasad asli dengan lebar muka 5-6 meter.

Tatanan bukaannya simetris, sebuah pintu di tengah bidang dan dua jendela di setiap sisinya. Keaslian bangunan tampak dari lubang udara di atas pintu dan konsol yang dibuat dari besi bermotif lengkung, atau keriting, beberapa rekan arsitek menyebutnya. Beberapa fasad tampak asli, tapi mayoritas telah dirombak habis-habisan. Sayang.

Jalan kecil di Kampung Arab ini merupakan jalur masuk ke Masjid Sunan Ampel, salah satu tujuan wisata religi di Surabaya. Dari Jalan Nyamplungan yang merupakan jalan raya, perjalanan berlanjut dengan berjalan kaki menelusuri gang kecil, Jalan Ampel Kembang. Lebarnya tak lebih dari 3 meter dan membelah permukiman padat penduduk.

Jalan ini berujung pada Jalan Ampel Suci, sebuah lorong beratap seperti pasar. Di dua sisinya terhampar para pedagang yang menawarkan beragam barang. Dari keperluan ibadah seperti baju-baju gamis, tasbih, kopiah, sampai aksesori, parfum, bahkan air zamzam dari Arab.

Ziarah
Ujung lorong Ampel Suci adalah pelataran Masjid Sunan Ampel. Di sana juga terdapat makam Sunan Ampel, salah satu Wali Songo, yang biasa dikunjungi warga peziarah. Makam itu, bersama makam istri dan beberapa pengikutnya, dibatasi gerbang masuk serupa gapura.

Penjaga di mulut gerbang tak segan mengingatkan pengunjung perempuan agar mengenakan kerudung saat memasuki permakaman. Mereka juga menyiapkan kain kerudung untuk dipinjamkan kepada pengunjung, tanpa biaya.

Pelataran makam yang ditutup konblok dibagi dua dengan batas pagar besi.

Satu untuk peziarah laki-laki, satu lagi untuk perempuan. Suasananya sejuk dan hening meski dengungan doa dari puluhan peziarah yang duduk bersila di sekeliling makam membahana.

“Setiap hari selalu ada yang ke sini. Ya saya sih berdoa saja, enggak ada yang khusus,” tutur seorang ibu yang duduk di sisi utara makam. Dia masih tampak khusyuk berdoa saat saya menyentuh lengannya untuk berpamitan.

Sembahyang
Ziarah lain di Surabaya bisa berlanjut ke tepi Pantai Kenjeran. Sayang, kawasan wisata di sana yang dinamai Ken Park–singkatan dari Kenjeran Park–begitu kering. Rumput liar, cat bangunan mengelupas, pepohonan mati. Beberapa sudut dijadikan tempat berduaan.

Tetapi di kawasan inilah berdiri Sanggar Agung. Sebuah bangunan ibadah bergaya Tionghoa, berhias tulisan China dengan nyala lilin-lilin raksasa setinggi manusia. Umat Buddha dan Konghucu beribadah di sana. Tak jarang wisatawan mengunjunginya untuk berekreasi.

Di balik dinding altar depan terhampar panorama lautan Selat Madura berbingkai patung Dewi Kwan Im, yang diyakini sebagai dewi cinta kasih. Sang dewi berdiri di atas gapura dengan total tinggi sekitar 20 meter, diapit dua anak dan dua pasang dewa. Mereka dijunjung sepasang naga.

Komposisi panorama nan agung yang disempurnakan debur ombak di laut lepas. Sesaat napas saya pun tertahan dan pandangan mata enggan beranjak. Sampai seorang perempuan muda berkacamata menyentuh bahu saya, berujar, “Permisi Mbak, saya mau sembahyang.” Dia memegang beberapa batang hio yang sudah dinyalakan dan karena saya menghalanginya persis di depan hio lo, tempat hio ditancapkan.(mediaindonesia.com/OL-5)

0 comments: