PAGI belum lagi sempurna. Kabut tebal masih menyelimuti kaki pendakian Danau Kelimutu. Tiga danau yang menjadi buah bibir wisatawan belum juga tampak.
Kami menunggu di puncak pendakian, sambil menyeruput secangkir kopi yang di jual di atas oleh Avelinus, salah satu penduduk asli Suku Lio yang ada di kawasan Kelimutu. Dia sengaja datang membawa termos, keranjang gelas, sendok, gula, kopi dan teh, serta beberapa potong kain untuk dijual pada wisatawan. Di puncak pengamatan Danau Kelimutu, hanya dialah yang berjualan.
Tiga jam menunggu dari pukul 07.00 WIT hingga sekitar 10.00 WIT, akhirnya tirai kabut Kelimutu tersibak. Teriakan pengunjung yang jumlahnya tak lebih dari 15 orang langsung terdengar. “Lihat, lihat.”
Dua danau berwarna hijau tosca dan hijau tua terpampang di depan mata. Sebelumnya, danau hitam lebih dulu terlihat di sisi lain tempat kami berdiri. Tak ada kata yang bisa dengan tepat menggambarkan momen saat itu. Barangkali yang mendekati ialah kata takjub! Tiga danau berbeda warna terlihat tenang, dibentengi dinding batu dan di kejauhan terhampar hutan yang masih hijau. Suara burung sesekali masih terdengar, udara sejuk, dan angin kencang membelai serta mengibarkan rambut, jaket, dan busana.
Danau tiga warna Kelimutu terletak di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Ajaib sekaligus menyimpan misteri. Warna air danau berubah-ubah seiring perjalanan zaman. Semula pergantian warna air dilaporkan Van Suchtelen, warga Belanda yang datang ke Kelimutu pada 1915. Kelimutu aktif memamerkan misteri alamnya selama 2002-2006. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mencatat 17 kali pergantian warna pascaperubahan terakhir pada 13-21 Mei 1997.
Selama delapan hari, Danau Atapolo berwarna merah hati kemudian berganti warna ke hijau lumut. Danau ini dipercaya masyarakat setempat sebagai tempat arwah-arwah jahat. Sementara itu, danau Nua Muri Koo Fai berwarna hijau tosca (kampung arwah muda-mudi) berganti dari hijau terang ke hijau tosca. Terakhir Danau Ata Mbupu berwarna hitam–sebelumnya cokelat tua–dipercaya masyarakat sebagai kampung arwah para tetua bijaksana.
Kepala Tanam Nasional Kelimutu Gatot Subiantoro mengatakan, sesuai penelitian LIPI, kandungan mineral dalam danau membuat pantulan ketiga danau bervariasi. Perubahan itu dipengaruhi pembiasan matahari, kadar garam besi, dan sulfat. Juga ada pengaruh mikroba air serta aktivitas vulkanik.
Gatot menjelaskan, awalnya Kelimutu (1.640 meter di atas permukaan laut) merupakan gunung api aktif. Gunung ini meletus terakhir pada 1886 dan meninggalkan tiga kawah berbentuk danau. Ketika itu, tiga kawah memiliki warna air berlainan, yaitu merah, biru, dan putih.
Pada 3 Juni 1968, terjadi letusan dalam danau hijau muda. Gejalanya didahului suara mendesis, disusul semburan air cokelat kehitaman mencapai ketinggian 10 meter. Itu adalah aktivitas vulkanik ke-12 kalinya sejak 1830. Menurut Gatot, danau hijau muda masih aktif sampai sekarang. Adapun dua danau lainnya tidak aktif lagi, tetapi tetap ikut berubah warna. Itulah misteri yang belum sepenuhnya tersingkap para ahli.
Warga setempat, seperti disampaikan Gatot, mengatakan warna air Kelimutu berubah-ubah selama ratusan tahun. Hanya, saat ini dua danau yang berdampingan di bagian timur, yaitu Nua Muri Koo Fai dan Ata Mbupu dikhawatirkan lenyap. Pasalnya, dinding pemisahnya makin menipis, diduga akibat peristiwa vulkanik. “Dulu, masyarakat bisa berjalan melewati dinding pemisah itu. Tapi, sekarang sudah menipis sehingga tidak bisa dilewati lagi,” papar Gatot.
Wisata Andalan
Keajaiban dan misteri keindahan Kelimutu membuat danau ini terus dibanjiri wisatawan lokal dan mancanegara. Kelimutu bukan hanya obyek wisata andalan Nusa Tenggara Timur, tetapi menjadi satu-satunya objek danau tiga warna di dunia. Kelimutu terletak di Desa Koanara, Kecamatan Wolowaru, sekitar 66 kilometer arah utara Ende, ibu kota Ende.
Jika perjalanan dilakukan dari Maumere, ibu kota Kabupaten Sikka, sejauh 83 kilometer. Tidak sulit mencapai Kelimutu. Dari Maumere, perjalanan sekitar 3-4 jam, sewa mobil termurah sekitar Rp800 ribu. Pengunjung disarankan berangkat pada pukul 03.00 atau 04.00 WIT, hingga bisa tiba di Kelimutu sekitar pukul 06.00-08.00 WIT.
Pada jam itu merupakan waktu yang tepat untuk melakukan pendakian. Tidak perlu khawatir karena jalan menuju puncak pengamatan Kelimutu tidaklah berat, sudah ada tangga-tangga dari semen. Waktu tempuh menuju puncak sekitar satu jam, tentu jika dilakukan tanpa henti.
Datang ke Kelimutu memang disarankan pagi hari. Saat Media Indonesia berkunjung April lalu, kabut baru terbuka pada pukul 10.00 WIT. Siang menjelang sore, kabut sudah datang lagi menutupi keindahan tiga danau tersebut.
Alternatif tempuh lain, berangkat dari Maumere sore hari menuju Desa Moni. Kawasan berjarak 13 kilometer dari danau itu ialah wilayah paling dekat dengan Kelimutu. Ada kafe, restoran dan 20 homestay berkapasitas sekitar 100 tempat tidur.
Moni menyuguhkan nuansa perdesaan yang sangat kental, seperti persawahan dan perbukitan hijau, sayang untuk dilewatkan. Pukul 03.00 dini hari dengan suhu 20 derajat celcius adalah waktu yang tepat untuk berangkat ke Kelimutu. Kendaraan wisatawan di parkir di pos penjagaan, kemudian berjalan kaki menyusuri jalan setapak. Saat itu panorama sungguh menakjubkan, terutama saat menyaksikan matahari terbit dari celah rimbunnya pohon pinus. Setelah tiba di puncak silakan menunggu keajaiban tiga danau, begitu kabut menyingkir.
Flora dan fauna
Taman Nasional Kelimutu–tempat Danau Kelimutu berada–menyimpan potensi flora dan fauna yang dikenal langka. Ada 19 jenis burung yang terancam punah, seperti tesia timor (Tesia everetti), sepah kerdil (Pericrocotus lansbergei), kehicap flores (Monarcha sacerdotum), punai flores (Treron floris).
Sementara itu, mamalia endemik seperti landak (Hystrix brachyura brachyura), kancil (Tragulus javanicus javanicus), dan luwak (Pardofelis marmorata).
Kekayaan alam tersebut dilindungi setelah ditetapkan menjadi taman nasional pada 26 Februari 1992. Kawasan taman nasional seluas 5.356,5 hektare ini meliputi tiga kecamatan, yaitu Detusoko, Wolowaru, dan Ndona. (mediaindonesia.com/OL-5)
0 comments:
Post a Comment