Friday, July 30, 2010

Alamendah's Blog

Alamendah's Blog


Pohon Kedoya (Dysoxylum gaudichaudianum) Tinggal Nama

Posted: 30 Jul 2010 08:59 AM PDT

Kedoya (Dysoxylum gaudichaudianum), diyakini dari nama pohon inilah nama Kedoya, sebuah daerah di kecamatan Kebun Jeruk Jakarta Barat berasal. Namun ternyata hanya sedikit yang mengetahui sejarah asal muasal nama daerah ini. Mungkin lantaran mulai langka dan sulit dijumpainya pohon yang … Continue reading

Alamendah's Blog Selanjutnya...

Potlot Adventure

Potlot Adventure


Curug Cipendok dan Telaga Pucung yang Sensasional

Posted: 28 Jul 2010 06:27 PM PDT

BANYUMAS – Tentu sudah tidak asing lagi, kalau Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah (Jateng) memiliki satu objek wisata Baturaden. Kekhasan alam sangat terasa mulai dari hutan, air sungai yang jernih, sampai asrinya lokasi perkemahan (camping ground). Namun, ternyata Banyumas tidak hanya memiliki Baturaden.
Di Kecamatan Cilongok atau sekitar 15 km arah barat Kota Purwokerto, juga mempunyai objek wisata yang hampir sama dengan Baturaden. Pesonanya sensasional, karena alam khas pegunungan benar-benar dapat dinikmati pengunjung. Itulah Curug Cipendok dan Telaga Pucung.
Jika Anda ingin mengunjungi Curug Cipendok, siap-siaplah membawa payung atau jas hujan, minimal pakaian ganti. Sebab kalau memasuki kawasan Curug Cipendok, Anda pasti "kehujanan". Ini dikarenakan Curug Cipendok adalah air terjun yang memiliki ketinggian hampir 100 meter sehingga titik-titik air membasahi daerah sekitarnya, meski tidak turun hujan.
Curug Cipendok menjadi daya tarik tersendiri, karena lingkungan alamnya masih betul-betul alami. Kesunyian juga masih sangat terasa, sebab belum banyak pelancong yang datang menikmati keindahan alam di Desa Karangtengah, Kecamatan Cilongok tersebut.
Antara Curug Cipendok dengan tempat parkir mobil masih tersisa sekitar 500 meter. Namun jangan khawatir, perjalanan 500 meter jalan dari pintu masuk menuju curug tidak bakal membuat bosan. Justru sebaliknya, perjalanan tersebut membuat pengunjung dibawa memasuki alam yang masih asri. Dengan jalan yang naik turun, wisatawan yang datang akan disambut dengan suara-suara serangga khas hutan tropis.
Setelah berjalan sekitar 15-20 menit, sebelum sampai Curug Cipendok akan terdengar suara gemuruh seperti hujan lebat. Itulah suara air terjun yang turun dari ketinggian hampir 100 meter tersebut. Udara dingin ditambah dengan titik-titik air membuat suasana damai dan fresh. Jika sudah agak siang, sinar matahari yang bersinar membuat pelangi tipis hasil pantulan titik-titik air yang turun.
Menuju Curug Cipendok tidaklah terlalu susah. Hanya saja, belum ada angkutan umum resmi yang sampai ke sana, sehingga kalau wisatawan mengunjungi tempat itu harus dengan kendaraan pribadi atau sewaan. Tempat wisata alam itu, berada sekitar 10 km arah barat Kota Purwokerto atau sekitar 5 km dari Ajibarang, Banyumas.

Elang dan Monyet
Dari jalan raya Cilongok menuju lokasi berjarak 8 km dengan kondisi jalan naik dan berkelok, tapi aspalnya sudah halus. Di sekitar lokasi Curug Cipendok, ada juga wisata telaga yang sungguh menakjubkan yakni Telaga Pucung. Telaga setempat dikelilingi oleh hutan pinus dan damar, sehingga sangat cocok untuk camping ground.
Telaga ini akan menjadi salah satu andalan Kabupaten Banyumas untuk menyedot wisatawan. Kompleks Telaga Pucung menempati areal seluas tiga hektare (ha), dengan luas telaga sekitar satu ha. Objek wisata di Banyumas mungkin belum banyak yang kenal, sebab baru akan dibuka secara resmi menjadi tujuan wisata pada 8 Agustus 2005.
Daya tarik objek wisata ini adalah telaga dengan air yang cukup jernih dan di sekitarnya dikelilingi hutan yang masih alami. Selain itu, wisatawan juga dapat mendengar suara-suara burung langka seperti elang Jawa yang terbang berputar-putar di atas telaga. Apalagi, bagi pengunjung yang beruntung dapat melihat spesies endemik sejenis monyet berwarna abu-abu yakni rek-rek.
Tempat wisata yang masuk dalam wilayah Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyuma Timur tersebut mulai dibenahi dengan berbagai fasilitas, karena dijadikan tujuan wisata secara resmi.
KPH Banyumas Timur telah melengkapi dengan tempat parkir, tempat istirahat, dan kamar mandi. Bahkan, Perhutani telah memberi nama-nama pohon langka yang hidup di situ. Tujuannya tidak lain diperuntukkan bagi para pelajar, di samping menikmati alam, mereka juga dapat mengenal tumbuh-tumbuhan langka yang hidup di tempat itu.
Di sekitar Telaga Pucung juga terdapat tempat lapang yang dapat digunakan untuk camping ground. Tempat tersebut sengaja dibuat, dikhususkan bagi anak-anak muda yang suka berpetualang dengan di alam bebas. Telaga Pucung ini semakin memantapkan wisata khas Banyumas yakni alam pegunungan. Dengan bertambahnya objek wisata tersebut, wisatawan yang datang ke Banyumas semakin mendambah daftar alternatif tujuan wisata. Jadi, kalau selama ini Anda ke Banyumas hanya pergi ke Baturaden, akan rugi. Pasalnya, masih ada tempat alternatif lainnya yang tidak kalah asrinya. Yang pasti, wisatawan yang datang ke tempat ini akan merasa damai, karena jauh dari hiruk pikuk perkotaan. (*)

Oleh Lilik Darmawan – Sinar Harapan

Potlot Adventure Selanjutnya...

Wednesday, July 28, 2010

Alamendah's Blog

Alamendah's Blog


Celepuk Siau (Otus siaoensis) Langka Endemik Sulawesi Utara

Posted: 28 Jul 2010 06:41 AM PDT

Celepuk siau (Otus siaoensis) merupakan salah satu burung langka dan terancam punah di dunia. Burung celepuk siau adalah burung endemik yang hanya terdapat di sebuah pulau kecil bernama “Siau” di Kabupaten Sangihe, Propinsi Sulawesi Utara. Burung yang masuk dalam kategori … Continue reading

Alamendah's Blog Selanjutnya...

Tuesday, July 27, 2010

[New post] Fidel Castro Tulis Buku

Fidel Castro Tulis Buku

dekadeku | 28 Juli 2010 pada 4:38 am | Tag: fidel castro, fidel castro tulis buku, tulis buku | Categories: Info Unik Seputar Buku | URL: http://wp.me/pGrDA-bN

HAVANA--Fidel Castro, Selasa, mengungkapkan rencana untuk menerbitkan buku pada Agustus mendatang, yang mencakup kisah-kisah dari masa kanak-kanaknya dan menjelaskan bagaimana ia menjadi seorang revolusioner.

Pemimpin Kuba itu, dalam pernyataan di laman Internet pemerintah, Cubadebate.co, mengatakan buku 25 bab tersebut akan diberi judul La Victoria Estrategica atau "Kemenangan Strategis", sebagaimana dikutip dari AFP.

Buku itu akan memusatkan perhatian pada cerita mengenai 300 petempurnya di gunung Sierra Naestra yang menang melawan pasukan pamerintah Fulgencio Batista dalam revolusi yang merebut Havana pada hari Tahun Baru 1959.

Castro, yang menyerahkan kekuasaan kepada adik laki-lakinya, Raul, pada 2006 -- ketika ia sakit, menyatakan ia telah pulih dan sedang merampungkan bagian kedua dari kisah tersebut.

Menurut dia, buku itu memberikan perspektifnya sendiri pada hidupnya setelah sejumlah biografi tidak sah.

"Saya tidak ingin menunggu untuk menanggapi semua pertanyaan mengenai masa kanak-kanak, masa remaja dan muda saya, serta bagaimana saya menjadi seorang revolusioner dan pejuang bersenjata," katanya dalam kata pengantar akan kejanya itu.

Kesehatan Castro tampaknya telah membaik setelah periode pengasingan diri dan sakit yang lama. Dan ia makin sering terlihat publik dengan tujuh penampilan di depan umum dalam tiga pekan terakhir.

Castro, yang akan berusia 64 tahun pada Agustus, masih tokoh penting di Kuba dan memegang jabatan sekretaris pertama partai komunis yang berpengaruh. Buku baru itu ditulis melalui kerja sama dengan wartawan Kuba, Katiuska Blanoo, yang juga adalah pengarang satu-satunya biografi Castro yang telah dipublikasikan di Kuba.

(antaranews.com)

Komentari tulisan ini


Trouble clicking? Copy and paste this URL into your browser: http://subscribe.wordpress.com

[New post] Fidel Castro Tulis Buku Selanjutnya...

Potlot Adventure

Potlot Adventure


Wisata Sembari “Ngalap” Berkah

Posted: 27 Jul 2010 05:06 AM PDT

YOGYAKARTAAlkid. Demikian anak-anak muda di Kota Yogyakarta menyebut nama alun-alun kidul (alun-alun yang terletak di sebelah selatan). Alkid terletak di kompleks Keraton Yogyakarta Hadiningrat.

Kawasan yang terletak di sebelah barat Tamansari ini setiap malam selalu ramai dikunjungi orang. Apalagi jika malam Minggu tiba, sejak pukul 19.00, alun-alun kidul ini sudah dipenuhi oleh anak-anak muda untuk ngeceng atau malah berasyik masyuk dengan sang pacar sembari lesehan dan menikmati hangatnya wedang ronde, roti, jagung bakar, dan pisang bakar.
Alkid memang punya daya tarik tersendiri. Di kawasan ini terdapat dua pohon beringin yang jarak antara satu beringin dengan lainnya sekitar 7 meter. Dua pohon beringin terletak berada di tengah persis. Karena pohon ringin dipagari, kemudian disebut sebagai ringin kurung. Ringin kurung adalah satu tanda kultural yang dikenal oleh publik.
Alkid dulunya sebagai tempat latihan baris berbaris bagi prajurit keraton, sehari sebelum upacara grebeg. Tempat itu juga sebagai ajang sowan abdi dalem wedana prajurit berserta anak buahnya, di malam bulan Puasa tanggal 23, 25, 27 dan 29. Namun sejak Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) VIII bertahta, pisowanan ini dihentikan.
Tak hanya itu, di zaman Sri Sultan HB VII, tiap Senin dan Kamis digelar lomba panahan dari jam 10.00-13.00. Target bidik berada di utara ringin kurung. Pernah pula Alkid juga dipakai untuk adu harimau lawan kerbau.
Seiring dengan perkembangan zaman, dan entah kapan mulainya, muncul sebuah kepercayaan, barang siapa bisa berjalan dengan mata tertutup dan berhasil melewati jalan di tengah di antara dua ringin kurung itu, akan mendapat berkah. Prosesi ini dinamai Masangin, yang berarti masuk antara pohon beringin.
Meski jalannya sangat lebar, namun hanya segelintir orang yang berhasil melewati lorong selebar tujuh meter itu dengan mata ditutup. Selebihnya, nyasar tak karu-karuan. Leo Kristi, penyanyi asal Surabaya yang sering membawakan lagu-lagu Balada, juga pernah mencoba. Dia gagal, meski dilakukan di siang hari.
Bagi yang tak ingin berjalan cukup jauh, juga bisa melakukan Masangin dengan cara berjalan dari ringin kurung yang satu ke ringin kurung yang satunya lagi. Tentu dengan mata tertutup pula. Dalam prosesi yang satu ini, kedua tangan yang menjulur ke muka harus bisa masuk dalam lubang tembok yang menjadi pagar pohon beringin ini. Namun tak jarang pula orang yang melakukan prosesi ini tak hanya memasukkan tangannya, tapi juga kepalanya.
Konon, menurut yang percaya, hanya pengunjung yang berhati bersih yang bisa menembusnya. Untuk melakukan prosesi Masangin ini, para pengunjung bisa menyewa sebuah tutup mata seharga Rp 2.000. "Jika berhasil, maka orang itu akan tercapai apa yang diminta," ujar Andri, salah satu guide yang nongkrong di Alkid.
Andri juga mengingatkan, dalam melakukan itu tidak boleh dibimbing oleh siapapun. Artinya, setelah orang itu ditutup matanya dengan seikat kain, maka orang itu harus dibiarkan berjalan sendiri. "Ya kalau didampingi dan pendampingnya memberikan petunjuk, ya sama saja bohong," tuturnya.

Tempat Nongkrong
Banyak orang yang mencoba melakukan Masangin ini. Tak kurang dari 50 orang setiap malamnya mencoba ber-Masangin. Tak hanya sebatas warga Yogya, tapi juga wisatawan domestik yang kebetulan datang ke Yogyakarta. Sujono, warga Lampung, misalnya. Ayah dari tiga anak ini tengah mengunjungi anaknya yang kuliah di Yogyakarta, dan merasa penasaran untuk mencoba ber-Masangin. "Saya memang nggak percaya tentang tahayul itu. Tapi saya ingin mencoba, masak jalan selebar itu orang tak bisa melewatinya," ungkap Sujono.
Pada Kamis (4/8) malam lalu, Sujono mencoba Masangin. Ia mencoba dua kali. Yang pertama, ia hanya sampai di pertengahan. Yang kedua, dia berhasil melewati dua buah ringin kurung itu, meski dibimbing pendamping. "Saya berhasil. Saya melakukan ini lebih karena untuk refreshing bersama keluarga saja," tuturnya sembari tertawa.
Rekreasi, refresing. Itulah alasan yang sering dilontarkan oleh orang-orang yang melakukan Masangin. Sebagaimana yang dilakukan Sujono, hal ini juga dilakukan oleh keluarga Sonia. "Hitung-htung refreshing setelah penat bekerja. Ya syukur-syukur bisa ngalap berkah, apalagi ini malam Jumat," tutur Ibu Sonia yang didampingi oleh suami serta kedua anaknya itu.
Alkid memang menjadi fenomena tersendiri di pusat Kota Yogyakarta. Setiap malam, kawasan ini sangat ramai dikunjungi orang. Karenanya, jika Anda datang ke Yogyakarta dan kebetulan tertarik untuk mencoba Masangin tak ada salahnya berkunjung ke Alkid. Siapa tahu Anda bisa ngalap berkah atau hanya sekadar nongkrong, nyari pacar sembari menikmati makanan dan minuman yang dijual di sekeliling Alkid.
Hanya saja, siapkan banyak uang receh, mengingat banyaknya pengamen yang datang-pergi. "Saya sampai kasihan pada pengunjung, karena selalu merogoh kantong untuk memberi pengamen," ungkap ibu penjual minuman ronde dan pisang bakar. (*)

Sumber: Sinar Harapan

Potlot Adventure Selanjutnya...

Monday, July 26, 2010

Alamendah's Blog

Alamendah's Blog


Tips Sederhana Hemat Bahan Bakar

Posted: 26 Jul 2010 09:13 AM PDT

Tips hemat bahan bakar mobil ini sekedar tips sederhana. Sederhana lantaran kita hanya perlu menaruh perhatian pada kondisi kendaraan dan gaya dalam berkendaraan. Namun dari cara-cara yang sederhana ini mampu menolong kita untuk berhemat bahan bakar dalam berkendara. Dengan menghemat … Continue reading

Alamendah's Blog Selanjutnya...

Saturday, July 24, 2010

Alamendah's Blog

Alamendah's Blog


Majegau (Dysoxylum densiflorum) Identitas Provinsi Bali

Posted: 24 Jul 2010 05:59 AM PDT

Majegau yang dalam bahasa latin disebut Dysoxylum densiflorum merupakan flora (tumbuhan) identitas provinsi Bali mendampingi jalak bali sebagai fauna identitas. Pohon majegau yang sering disebut juga sebagai cempaga merupakan anggota famili Maleaceae (suku mahoni-mahonian). Tanaman ini memiliki kualitas kayunya yang … Continue reading

Alamendah's Blog Selanjutnya...

Potlot Adventure

Potlot Adventure


Menelusuri Benteng Keraton Buton

Posted: 24 Jul 2010 05:31 PM PDT

BAU-BAU – Jika masyarakat Jawa Tengah bangga akan Borobudur, sebuah candi peninggalan kerajaan Budha yang tersohor di seluruh penjuru dunia, warga Kota Bau-Bau, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mengagungkan benteng dan Masjid Agung Keraton yang bernilai religius tinggi. Benteng yang mengelilingi pusat pemerintahan Kesultanan Buton dibangun pada masa pemerintahan Sultan Buton III, La Sangaji (Sultan Kaimuddin).
Banyak cerita yang mengalir seputar keberadaan benteng tersebut. Menurut La Ode Abu Bakar, tokoh adat masyarakat Buton, benteng tersebut awalnya hanyalah tumpukan batu yang mengelilingi pusat kerajaan. Selain berfungsi sebagai pembatas pusat lingkungan keraton, tumpukan batu tersebut berfungsi sebagai perlindungan dari serangan musuh. Pada masa pemerintahan sultan Buton IV, La Elangi (Sultan Dayanu Ikhsanuddin), tumpukan batu tersebut dibangun menjadi sebuah benteng. Cerita unik seputar pendirian benteng yang beredar di tengah masyarakat mirip dengan kisah pendirian Candi Borobudur. Konon, tumpukan batu tersebut direkatkan dengan menggunakan putih telur. "Kalau semata-mata hanya menggunakan putih telur tentu akan menggunakan sekian banyak telur. Secara jujur, tentu itu bukan hanya menggunakan putih telur, tapi juga kapur yang diolah menjadi adonan dengan campuran agar-agar dan putih telur," kata Abu Bakar ketika ditemui di rumahnya, Kota Bau-Bau.
Menurutnya, benteng tersebut dikerjakan oleh seluruh penduduk kesultanan Buton, laki-laki dan perempuan. Para laki-laki mengumpulkan batu-batuan gunung dan menyusunnya. Sementara pasir dikumpulkan oleh kaum perempuannya.
Benteng yang berukuran keliling 2.740 meter dengan tinggi 2-3 meter dan ketebalan dinding 1,5 meter hingga 2 meter ini memiliki 12 pintu (lawa) dengan tambahan na (nya) yang diberi nama sesuai dengan nama atau gelar pengawas pintu-pintu tersebut, antara lain Lawana Rakia, Lawana Lanto, Lawana Labunta, Lawana Kampebuni, Lawana Wabarobo, Lawana Dete, Lawana Kalau, Lawana Bajo/Bariya, Lawana Burukene/Tanailandu, Lawana Melai/Baau, Lawana Lantongau, dan Lawana Gundu-gundu, yang berfungsi sebagai penghubung keraton dengan kampung-kampung di sekitarnya.
Pintu-pintu tersebut menurut La Ode Mursali (48), budayawan Buton, diidentikkan dengan jumlah lubang dalam tubuh manusia yang juga terdiri dari 12 lubang. Kedua belas lubang pada tubuh manusia tersebut adalah lubang pori-pori kulit, mulut, dua lubang telinga, dua lubang mata, dua lubang hidung, satu lubang anus, satu lubang saluran kencing, satu lubang saluran sperma, dan satu lubang pusat.
Lubang saluran sperma diidentikkan dengan pintu rahasia benteng yang menjadi jalan keluar bagi petinggi-petinggi Kesultanan atau tempat persembunyian, jika ada serangan musuh yang mengancam dan membahayakan keselamatan keluarga Istana Keraton. Lawana Kampebuni (pintu tersembunyi) itu pula digunakan oleh Aru Palaka ketika hendak bersembunyi di sebuah gua di sekitar benteng dari kejaran raja Gowa.
"Dalam tatanan masyarakat suku bangsa Buton, segala sesuatu yang dibuat atau dibangun, selalu dikaitkan dengan tubuh manusia. Makanya, semua bangunan yang ada di dalam keraton, sarat dengan nuansa Islam. Karena memang, para sultan yang berkuasa menganut paham Islam," tutur Mursali.
Sebagai sebuah benteng perlindungan, benteng Keraton Buton dilengkapi dengan puluhan meriam yang terdapat pada setiap pintu. "Meriam-meriam yang ada di sisi kiri-kanan pintu masuk itu merupakan bukti kuat bahwa Kesultanan Buton pernah melawan penjajah Belanda," kata Mursali.
Keterangan serupa juga diungkapkan oleh pemerhati budaya Buton, Lutfi Hasmar. Menurut laki-laki yang bekerja sebagai juru bicara Pemda Kabupaten Buton ini, di wilayah Kesultanan Buton terdapat 72 benteng yang tersebar di sejumlah kadie (wilayah setingkat kecamatan). Di Buton sendiri terdapat tiga buah benteng, yaitu benteng Keraton Buton yang berbentuk huruf dal, benteng Baadia yang berbentuk huruf alif, dan benteng Sorawolio yang menyerupai huruf mim.
"Kombinasi karakter huruf yang membentuk ketiga benteng tersebut diasosiasikan masyarakat Buton dengan nama Nabi Adam, nabi yang mengawali kehidupan di muka bumi ini, tutur Lutfi.

Masjid dan Makam
Jika memasuki lingkungan benteng tersebut, kita seolah berada di masa lampau. Rumah-rumah yang terdapat di dalamnya dipertahankan berbentuk rumah asli Buton, rumah panggung yang sebagian besar bahan bangunannya adalah kayu. Orang-orang yang tinggal di dalamnya pun masih berhubungan dekat dengan para petinggi kesultanan.
Selain benteng itu sendiri, terdapat beberapa bangunan yang memiliki nilai sejarah tinggi, Masjid Agung Keraton dan Makam Murhum.
Masjid Agung Keraton dibangun pada masa pemerintahan Sultan Sakiyuddin Darul Alam (La Ngkariyri, Sultan Buton XIX). Masjid yang berukuran 20,6 x 19,40 m merupakan bangunan pusat kegiatan lembaga kesultanan di bidang keagamaan. Para perangkatnya berstatus sebagai aparat kesultanan.
Menurut Abu Bakar, bahan yang digunakan untuk membangun masjid itu sama dengan bahan untuk benteng keraton. Bangunan yang teridi dari dua lantai ini pun memiliki 12 pintu seperti pada benteng keraton. Sementara itu, kayu yang digunakan untuk membangun masjid tersebut berjumlah 313 potong yang diidentikkan dengan jumlah tulang pada tubuh manusia.
Jumlah anak tangga masuk masjid 17 buah, sama dengan jumlah rakaat salat umat Islam dalam sehari. Bedug masjid yang berukuran panjang 99 cm dianalogikan dengan asmaul husna (99 sifat Allah), dan diameter 50 cm dimaknai sama dengan jumlah rakaat salat yang pertama kali diterima Rasulullah. Pasak yang digunakan untuk mengencangkan bedug tersebut terdiri dari 33 potong kayu yang dianalogikan dengan jumlah bacaan tasbih sebanyak 33 kali.
Di samping masjid, terdapat tiang bendera yang didirikan tidak lama setelah masjid dibangun. Menurut Abu Bakar, kayu yang digunakan untuk tiang bendera tersebut dibawa oleh pedagang beras dari Pattani, Siam (sekarang Thailand).
"Perahu dagang selalu membawa kayu untuk persiapan mengganti bagian perahu yang rusak di perjalanan," katanya. Setelah dagangan mereka habis dan hendak kembali ke Pattani, sultan meminta agar kayu tersebut ditinggalkan untuk dijadikan tiang bendera. Dahulu, setiap Jumat dipasang bendera kerajaan yang berwarna kuning, merah, putih, dan hitam di tiang tersebut.
Selain masjid, terdapat pula makam raja terakhir sekaligus Sultan I Buton, Murhum yang juga dikenal dengan Sultan Kaimuddin dan Halu Oleo (dalam bahasa Muna berarti delapan hari). Nama Halu Oleo diberikan karena Murhum mampu menyelesaikan perang saudara antara Konawe dengan Mekongga dalam waktu delapan hari.
Murhum adalah raja Buton pertama yang menganut ajaran Islam. Sejak itu pula, sistem pemerintahan berubah menjadi kesultanan yang sarat dengan nilai-nilai Islam. Makam Murhum terletak di belakang Baruga Keraton Buton (balai pertemuan) yang berada di hadapan Masjid Agung Keraton.

Sumber: Sinar Harapan

Tamansari Gua Sunyaragi: Melacak Jejak Kejayaan Arsitektur Masa Silam

Posted: 24 Jul 2010 05:12 AM PDT

Kantor Administrasi dan Meseum Tamansari Gua Sunyaragi, Cirebon

CIREBON – Tamansari Gua Sunyaragi adalah satu contoh hasil budaya nenek moyang Indonesia. Begitupun, kecanggihan arsitekturnya tak kalah dengan kreasi orang-orang masa kini. Sayang, potret kekaguman itu harus luntur lantaran tak ada perawatan yang serius. Inikah cermin kepribadian bangsa kita?

Djulianto Susantio pernah beberapa kali mengingatkan. Lewat tulisan lepasnya di harian ini, anggota Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia itu mengatakan, wisata budaya atau arkeologi bukanlah angan-angan. Wisata budaya malahan bisa jadi yang terbaik dalam dunia pariwisata kita. Objek budaya mampu menyumbang banyak uang ke pundi-pundi negara dan tak ketinggalan kantung masyarakat.
Namun, kalau mau jadi yang terbaik harus ada beberapa syarat yang dipenuhi. Objek budaya harus dirawat dengan sungguh-sungguh. Sesudah itu, dikemas rapi dengan bungkus paket wisata yang menarik. Biar tambah ciamik ditambahi "bumbu" dan variasi yang beraneka rupa.
Soal dananya? Nah, inilah masalah klasik yang tak pernah mendapat jawaban tuntas. Kekurangan dana selalu menjadi penyebab utama terbengkalainya peninggalan arkeologi di Indonesia. Padahal, sudah dari dulu peninggalan itu membuat wisatawan asing terkagum-kagum.
Yang dalam negeri sebetulnya punya ketertarikan sama. Tapi, mereka lebih terfokus pada peninggalan-peninggalan yang sudah jadi objek wisata massal, seperti Candi Borobudur, Prambanan dan lainnya. Di situ, semuanya sudah "jadi". Tak salah memang.
Yunani adalah satu contoh negara yang serius betul menangani pariwisata budaya. Hasilnya, dalam setahun Yunani didatangi 12 juta wisatawan mancanegara untuk menyaksikan peninggalan nenek moyang mereka yang terkenal kesohorannya itu. Jumlah ini jauh lebih banyak daripada jumlah penduduk Yunani.
Bukan cuma ketersediaan anggaran yang besar, namun manajemen pariwasata budaya Yunani sudah ditangani secara profesional. Sumber daya manusianya pun benar-benar berkualitas tinggi. "Penanganannya tidak asal jalan, tetapi mempunyai prospek ke depan," tulis Djulianto, suatu ketika.

Tamansari Gua Sunyaragi
Menurut perhitungan Djulianto, terdapat sekitar 3.000 peninggalan arkeologi di Indonesia, berupa bangunan, situs dan permukiman. Peninggalan ini termasuk benda tak bergerak. Dengan jumlah sebanyak itu kebudayaan, Indonesia boleh dibilang sejajar dengan dengan kebudayaan Mesir, Cina dan India.
Peninggalan arkeologi yang terawat dan tergarap sebagai objek wisata budaya dengan baik jumlahnya masih sedikit, selebihnya megap-megap untuk bisa bertahan tak lapuk dimakan waktu. Salah satunya adalah Tamansari Gua Sunyaragi. Objek budaya ini berada di sisi jalan by pass Brigjen Dharsono, Cirebon.
Konstruksi dan komposisi bangunan situs ini merupakan sebuah taman air. Dari sisa peninggalan yang ada, terlihat kecanggihan dan keunikan hasil budaya manusia pada zamannya. Dan seharusnya, itu masih bisa terlihat sampai sekarang bila tak ada gangguan dan perawatan secara berkala.
Beberapa waktu lalu, SH sempat mengunjungi Tamansari Gua Sunyaragi. Situs yang luasnya sekitar 1,5 hektare begitu memiriskan dada. Saat ini, objek wisata budaya ini tak lagi bergigi. Berantakan dan rasanya tak pantas untuk ditawarkan kepada wisatawan. Malah di beberapa bagian, terdapat bangunan yang harus disangga supaya tak runtuh.
Bontot (46) – pemandu lokal – yang menemani kami berkeliling mengakui hal itu. Bukan cuma situsnya yang terbengkalai, tapi para pengelola –termasuk pemandu– tak mendapat perhatian sepadan. "Dulu, saya sering iri dengan orang, waktu Lebaran begini mereka dapat thr (tunjangan hari raya), tapi kami tidak. Paling-paling berupa uang kadeudeuh (hadiah-red)," ucapnya serius. Tunjangan impian itu baru ia nikmati sekitar delapan tahun ke belakang, sebelumnya ia harus tambal sana-sini untuk menghidupi keluarga.
Taman Sunyaragi berasal dari kata "sunya" yang berarti sepi dan "ragi" yang berarti raga atau jasad. Taman ini berada di dalam kekuasaan Keraton Kasepuhan. Walaupun berubah -ubah fungsinya menurut kehendak penguasa pada zamannya, secara garis besar Taman Sunyaragi adalah taman tempat para pembesar keraton dan prajurit keraton bertapa untuk meningkatkan ilmu kanuragan.
Taman Sunyaragi terdiri dari 12 bagian:
(1)bangsal jinem, tempat sultan memberi wejangan sekaligus melihat prajurit berlatih;
(2) goa pengawal, tempat berkumpul para pengawal sultan;
(3) kompleks Mande Kemasan (sebagain hancur);
(4) gua Pandekemasang, tempat membuat senjata tajam;
(5) gua Simanyang, tempat pos penjagaan;
(6) gua Langse, tempat bersantai;
(7) gua peteng, tempat nyepi untuk kekebalan tubuh;
(8) gua Arga Jumud, tempat orang penting keraton;
(9) gua Padang Ati, tempat bersemedi;
(10) gua Kelanggengan, tempat bersemedi agar langgeng jabatan;
(11)gua Lawa, tempat khusus kelelawar;
(12) gua pawon, dapur penyimpanan makanan.

Mengamati Sunyaragi kita bisa melihat rangkaian sejarah sesuai dengan masanya. Dari data penelitian, konstruksinya menunjukkan keunikan, setiap kurun waktu selalu ada perubahan bentuk menurut selera serta kebutuhan sultan yang memerintah. Ini juga menyangkut dengan fungsi dari tempat ini. Lama-kelamaan, Tamansari Gua Sunyaragi berfungsi ganda. Bukan hanya digunakan sebagai pesangrahan saja, tapi juga untuk kegiatan politik perlawanan.
Simbol perlawanan itu dapat terlihat pada masa pemerintahan Sultan Matangaji Tajul Arifin, tempat ini dijadikan sebagai tempat pembuatan senjata dan pusat latihan olah keprajuritan kerajaan. Itu sebabnya, pada masa pemerintahan Sultan Adiwijaya pada tahun 1852, Tamansari Gua Sunyaragi mengalami renovasi, setelah sebelumnya dihancurkan oleh Belanda.
Untuk perbaikan itu, Sultan menugaskan arsitek Cina. Konon, arsitek itu disekap dan dibunuh agar rahasia Gua Sunyaragi tak bocor ke tangan Belanda. Chay Khong dan Sam Pho Tia Jin juga sering dihubung-hubungkan dengan legenda Sunyaragi. Apalagi, kompleks ini juga menyimpan bukti ada situs yang diberi patok "Kuburan Cina". Di dekatnya terdapat pohon beringin yang umurnya sudah ratusan tahun. Saking tuanya, beberapa batangnya perlu disangga dengan tiang beton dan besi.

Upaya Pemugaran
Pemugaran Tamansari Gua Sunyaragi pernah dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1937-1938. Pelaksanaannya diserahkan kepada seorang petugas Dinas Kebudayaan Semarang. Namanya, Krisjman. Ia hanya memperkuat konstruksi aslinya dengan menambah tiang-tiang atau pilar bata penguat, terutama pada bagian atap lengkung. Namun terkadang ia juga menghilangkan bentuk aslinya, apabila dianggap membahayakan bangunan keseluruhan. Seperti terlihat di Gua Pengawal dan sayap kanan-kiri antara gedung Jinem dan Mande Beling.
Pemugaran terakhir dilakukan Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Sejarah dan Purbakala, Direktorat Jenderal Kebudayaan, yang memugar Tamansari secara keseluruhan dari tahun 1976 hingga 1984. Sejak itu tak ada lagi aktivitas pemeliharan yang serius pada kompleks ini.
Bila ditilik, kompleks taman air dilahirkan lewat proses yang teramat panjang. Tempat ini beberapa kali mengalami perombakan dan perbaikan. Menurut buku Purwaka Carabuna Nagari karya Pangeran Arya Carbon, Tamansari Gua Sunyaragi dibangun pada tahun 1703 M oleh Pangeran Kararangen. Pangeran Kararangen adalah nama lain dari Pangeran Arya Carbon.
Namun menurut Caruban Kandha dan beberapa catatan dari Keraton Kasepuhan, Tamansari dibangun karena Pesanggrahan "Giri Nur Sapta Rengga" berubah fungsi menjadi tempat pemakaman raja-raja Cirebon, yang sekarang dikenal sebagai Astana Gunung Jati. Terutama dihubungkan dengan perluasan Keraton Pakungwati (Cirebon) yang terjadi pada tahun 1529 M, dengan pembangunan tembok keliling keraton, Siti Inggil dan lain-lain. Sebagai data perbandingan, Siti Inggil dibangun dengan ditandai candra sengkala "Benteng Tinataan Bata" yang menunjuk angka tahun 1529 M.
Di Tamansari Gua Sunyaragi ada sebuah taman Candrasengkala yang disebut "Taman Bujengin Obahing Bumi" yang menunjuk angka tahun 1529. Di kedua tempat itu juga terdapat persamaan, yakni terdapat gapura "Candi Bentar" yang sama besar bentuk dan penggarapannya.
Dijelaskan, Pangeran Kararangen hanya membangun kompleks Gua Arga Jumut dan Mande Kemasan saja. (bay / Sinar Harapan)

Pergilah ke Gemeh Sebelum Didahului Turis Asing

Posted: 23 Jul 2010 05:47 PM PDT

TALAUD – Ada kalanya seorang wisatawan bosan dengan segala kemapanan dan keteraturan. Ada kalanya wisatawan bosan dengan pariwisata konvensional, di mana semua sudah diatur biro perjalanan, tidur di hotel berbintang, semua serba-terencana, terkemas rapih dengan aroma bisnis yang kental. Terlalu sempurna, monoton, tanpa kejutan dan mungkin tanpa tantangan.

TALAUD – Ada kalanya seorang wisatawan bosan dengan segala kemapanan dan keteraturan. Ada kalanya wisatawan bosan dengan pariwisata konvensional, di mana semua sudah diatur biro perjalanan, tidur di hotel berbintang, semua serba-terencana, terkemas rapih dengan aroma bisnis yang kental. Terlalu sempurna, monoton, tanpa kejutan dan mungkin tanpa tantangan.

Karena itulah, belakangan muncul wisata pedesaan (village tour) yang mencoba menjawab kebosanan itu. Wisata pedesaan memungkinkan wisatawan tidak bersentuhan dengan dunia luar. Tidak ada pesawat televisi, tidak ada surat kabar, tidak ada urusan bisnis. Yang ada cuma kampung, penduduk dan kehidupan keseharian yang serbasederhana dan manual.
Salah satu desa yang terbuka dan bersedia menampung wisatawan adalah desa Gemeh, di Kecamatan Gemeh, Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Desa yang dekat dengan perbatasan Filipina ini tetap asli, penduduknya ramah dan keamanan terjamin.
Dari Jakarta, perjalanan ke Talaud dapat dimulai dengan pesawat terbang. Mendarat di Manado, Anda bisa melanjutkannya dengan pesawat kecil ke Melongue di Pulau Karakelang. Ini merupakan pulau terbesar di Talaud. Di Melongue, terdapat banyak speedboat sewaan, lengkap dengan juru mudi dan awaknya. Mereka siap mengantarkan Anda ke bagian mana pun di Kepulauan Talaud.
Yang ingin mencicipi petualangan lain dapat memilih jalur laut. Banyak kapal sejenis feri yang melayani pelayaran dari Pelabuhan Manado ke Talaud. Umumnya, kapal di sini berangkat sekitar pukul 18.00 WITA. Begitu keluar dari Pelabuhan Manado, atau sekitar satu jam kemudian, kapal akan terguncang disebabkan pertemuan arus selatan dan utara di sekitar Pulau Talise.
Kapal akan terus mengarah ke utara. Lihatlah ke sebelah kanan kapal sekitar pukul 22.00 WITA. Di situ ada Gunung Karangentang di Pulau Siau. Puncak Gunung Karangetang selalu berasap dan berwarna merah membara. Terakhir kali, gunung tersebut meletus pada 1976. Hingga kini, gunung itu belum meletus lagi, mungkin karena gunung itu mengalirkan laharnya secara teratur. Pemandangan ini dapat dinikmati dengan perjalanan siang hari.
Sepanjang perjalanan, kapal akan diterjang ombak yang cukup besar. Bagi yang menyukai angin dan udara laut, tempat ini sungguh mengasyikkan. Namun, bagi yang tidak suka angin dan ombak, sebaiknya minum obat antimabuk dan tidur saja di kamar. Besok pagi, sekitar pukul 10.00, kapal akan sampai di Kaburuang, pelabuhan pertama yang biasa disinggahi kapal di Kepulauan Talaud.
Kapal berada di sini sekitar satu atau dua jam untuk menurunkan barang dan penumpang. Lalu, kapal akan melanjutkan perjalanan ke Lirung untuk keperluan yang sama. Dari sana, kapal akan menuju Melongue, Rainis dan terakhir ke Beo. Dari Beo, perjalanan dilanjutkan dengan ojek karena ada jembatan yang putus antara Beo dengan Gemeh. Kelak, ojek dan penumpangnya diseberangkan dengan rakit.
Bagi yang tidak sabar, bisa saja turun di Melongue atau Lirung. Di kedua pelabuhan ini banyak terdapat speedboat yang dapat disewakan untuk langsung menuju Gemeh.
Perjalanan dari Lirung ke Gemeh dengan speedboat makan waktu sekitar empat jam.

Selamat Datang
Desa Gemeh letaknya agak terpencil di sisi barat Pulau Karakelang, pulau terbesar di Kabupaten Talaud. Gemeh tidak memiliki pelabuhan atau dermaga, kecuali pantai yang agak landai untuk pendaratan speedboat.
Di tempat ini terdapat sebuah gapura yang jika dilihat dari arah laut bertuliskan bahasa Talaud, yang jika diindonesiakan berarti "Selamat Datang di Kampung Kami". Sebaliknya, ketika kita hendak meninggalkan Gemeh, di balik gapura yang sama terdapat tulisan berbahasa Talaud yang jika diindonesiakan berarti "Selamat Jalan, Semoga Tuhan Menyertai Anda".
Apakah tulisan di gapura itu sebuah basa-basi? Rasanya tidak, terutama jika Anda sudah masuk ke dalam desa dan tinggal bersama penduduknya. Setiap orang yang lebih muda mengucapkan selamat terhadap orang asing yang berpapasan di jalan.

Rumah Penduduk
Sebelum menginap di rumah penduduk, lapor dulu kepada kepala desa Gemeh. Sang kepala desar akan mengantar Anda ke rumah warga yang bersedia diinapi. Salah satunya adalah keluarga Adonis Maarisit. "Silakan saja kalau mau menginap di sini," kata Nyonya Adonis.
Ia hanya tinggal berdua dengan suaminya. Sementara itu, ketiga anaknya sudah keluar semua, merantau. Yang tertua merantau ke Maluku, yang kedua ke Jakarta dan yang bungsu ke Bogor. Ia memiliki tiga kamar, dua di antaranya kosong.
Dua rumah di sebelah kanan rumah Adonis adalah rumah sekaligus sekretariat Lembaga Pemberdayaan Masyarakat. Di rumah ini pun terdapat dua kamar kosong untuk tamu. Dengan menginap di sana, berarti Anda turut memberdayakan perekonomian pedesaan.
Kebetulan pula, di rumah ini terdapat sarana telekomunikasi semacam wartel, yakni telepon PASTI. Anda bisa menghubungi siapa pun dari sini.
Tetapi, Anda jangan berharap menemukan pesawat televisi atau surat kabar di sini. Pasalnya, listrik di sini menggunakan tenaga diesel yang disalurkan ke rumah-rumah penduduk. Listrik sering "byar-pet" sehingga membuat pesawat televisi mudah rusak. Surat kabar juga merupakan barang yang langka karena harus didatangkan dari Manado. Jadi, siap-siaplah menjadi orang yang terisolasi.

Objek Wisata
Ada beberapa objek wisata di Gemeh, yakni, makam raja Larenggam di kaki bukit di desa Arangkaa, dua kilometer dari Gemeh dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Makam tersebut sebenarnya tidak bisa dibilang makam karena jenazah diletakkan begitu saja di gua. Tengkorak kepala dikumpulkan dalam satu bak, sedangkan tulangnya berserakan. Pemandangan serupa terdapat di gua di bagian atas. Gua kedua bisa dicapai lewat jalan setapak.
Gua ini konon juga menjadi tempat bertapa bagi orang-orang yang ingin menuntut ilmu hitam atau ingin bisnisnya maju. Di luar gua terdapat kursi-kursi bambu yang menghadap ke laut lepas, Lautan Pasifik. Pemandangannya indah, anginnya segar, pasirnya putih dan lautnya jernih sehingga menimbulkan suasana tenang.
Objek wisata lainnya adalah memancing bersama penduduk dengan menggunakan perahu dayung. Penduduk desa Gemeh umumnya berprofesi ganda, yakni: petani dan nelayan. Ketika musim ombak besar, mereka bertani dan berkebun di gunung. Ketika laut sedang teduh (ombak kecil) mereka memancing atau menombak ikan.

Ikan Bakar
Renang di laut juga kegiatan yang cukup menarik karena lautnya jernih dan pasirnya putih. Bagi yang suka makan, ikan bakar rica merupakan menu yang menggiurkan, terutama bila disantap sehabis berenang. Dan ikan di daerah sini pasti segar karena baru ditangkap dari laut.
Ikan bakar dapat dikonsumsi bersama nasi, ubi atau sagu. Nasi adalah sesuatu yang agak mahal karena Talaud bukan penghasil beras. Minumannya adalah minuman keras lokal yang lazim disebut cap tikus. Kadar alkoholnya mencapai 70 persen. Tetapi, jika Anda mengharamkan minuman keras, minum saja air kelapa atau air mineral. Tidak perlu khawatir, air mineral di daerah ini sama seperti di Jakarta, yakni, Rp2.000 untuk ukuran 500 mililiter (setengah liter).
"Di desa kami, keamanan adalah nomor satu. Di desa lain, orang yang mabuk bisa berkeliaran di jalanan. Di desa ini, kami melarang mereka berkeliaran," kata Elmer Laira, seorang aparat Kelurahan Gemeh, Kecamatan Gemeh.
Bagi yang gemar belanja, Anda dapat membeli produk-produk Filipina yang dijual bebas dengan harga yang relatif murah, terutama produk rokok dan minuman keras. Umumnya, mutu barang-barang Filipina itu masih di bawah barang-barang buatan dalam negeri. Jadi, tunggu apalagi. Datanglah ke Gemeh, sebelum Gemeh didatangi turis Asing dan menjadi sangat komersial.
(Sinar Harapan/Isyanto)

Potlot Adventure Selanjutnya...

Friday, July 23, 2010

Anang's Blog

Anang's Blog


Jadwal Imsakiyah Ramadhan 1431 H

Posted: 22 Jul 2010 07:50 AM PDT


Bulan Ramadhan sebentar lagi akan datang. Tak terasa tinggal hitungan hari lagi kita akan menjalankan ibadah puasa. Berikut ini adalah jadwal imsakiyah Ramadhan 1431 H untuk kota Surabaya dan sekitarnya.

Jadwal Puasa Ramadhan 2010 M

Jika ingin melihat jadwal imsakiyah untuk kota-kota lainnya di berbagai macam propinsi di Indonesia, anda bisa melihat langsung di sumbernya langsung disini, atau di sini.

Anang's Blog Selanjutnya...

Thursday, July 22, 2010

Alamendah's Blog

Alamendah's Blog


Harimau Jawa Sudah Punah?

Posted: 22 Jul 2010 08:53 AM PDT

Harimau jawa sudah punah?. Menurut IUCN dalam daftar merahnya (redlist), harimau jawa (Panthera tigris sondaica) termasuk salah satu dari 3 subspesies harimau yang telah dinyatakan punah (Extinct). CITES juga memberikan klaim yang sama. Namun banyak pihak yang mempercayai bahwa harimau … Continue reading

Alamendah's Blog Selanjutnya...

Potlot Adventure

Potlot Adventure


Pesona Pantai Maluk di Sumbawa Barat

Posted: 22 Jul 2010 06:09 AM PDT

Pantai Maluk - Terdapat di Kecamatan Jereweh, Kabupaten Sumbawa Barat. Dari Pantai Maluk ini wisatawan bisa melihat pesona keindahan Teluk Maluk.

SUMBAWA BARAT — Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki obyek wisata pantai yang tak kalah eksotisnya dengan Bali. Salah satu objek wisata pantai di NTB yang namanya sudah mulai dikenal adalah Pantai Senggigi. Sebenarnya bukan cuma Pantai Senggigi yang dapat dijadikan obyek wisata di NTB. Jika pelancong punya cukup banyak waktu, objek wisata pantai di Kabupaten Sumbawa Barat layak untuk dikunjungi.

Di Kabupaten Sumbawa Barat ini terdapat beberapa obyek wisata pantai. Mulai dari Pantai Maluk, Pantai Sekongkang, Pantai Tropical, hingga ke Pantai Jelengah. Dari obyek wisata pantai yang ada di Kabupaten Sumbawa Barat ini, Pantai Maluk merupakan obyek yang paling banyak menarik minat wisatawan.
Untuk mengunjungi Pantai Maluk ini tidak terlalu sulit. Sarana transportasi yang dibutuhkan oleh wisatawan tersedia setiap saat. Dari Ibu Kota NTB, Mataram, dibutuhkan waktu sekitar enam jam untuk sampai ke Pantai Maluk. Sekitar dua jam perjalanan menggunakan feri dari Pelabuhan Kayangan Lombok. Selebihnya perjalanan ditempuh melalui jalur darat.
Pantai Maluk terdapat di Desa Maluk, Kecamatan Jereweh, Kabupaten Sumbawa Barat. Dari Pantai Maluk ini wisatawan bisa melihat pesona keindahan Teluk Maluk. Bukan hanya itu. Pantai Maluk kerap dijadikan oleh wisatawan sebagai arena berselancar. Tak heran apabila peselancar kelas dunia senantiasa mengagendakan kegiatan di Pantai Maluk.
"Ombak di Pantai Maluk ini telah masuk dalam daftar ombak terbaik bagi peselancar dunia," jelas Eldiman, salah seorang pengelola papan selancar di Pantai Maluk yang ditemui SH belum lama ini. Oleh para peselancar, ombak di Pantai Maluk diberi julukan Super Suck. Julukan ini diberikan karena ombak yang menuju daratan terpecah oleh sebuah tanjung.
Oleh penduduk setempat, tanjung tersebut dinamai Tanjung Ahmad. Pecahan ombak ini menggulung hingga ketinggian di atas dua meter. Ombak tersebut terus bergulung-gulung hingga seolah menyedot para peselancar yang mencoba menaklukkannya. Menurut Eldiman, hanya peselancar yang piawai bermain di atas papan selancar saja yang mampu menaklukkan ombak Super Suck Pantai Maluk.
Jika wisatawan tidak membawa papan selancar, tak perlu kuatir. Eldiman menyebutkan pihaknya siap menyewakan papan selancar. Menyangkut tarif sewa, tidak ada tarif tertentu. "Kadang kami malah meminjamkannya dengan gratis," timpal Eldiman. Dengan ombak yang begitu menantang, tak heran jika Pantai Maluk menjadi ajang pamer kemahiran para peselancar yang datang dari berbagai penjuru dunia. Biasanya mereka datang pada saat-saat hari libur. Suasana pantai yang masih tergolong sepi, membuat wisatawan menjadi lebih enjoy.
Memang dibandingkan dengan obyek wisata pantai di Bali, Pantai Maluk belum banyak dikunjungi oleh wisatawan. Pantai Maluk masih kalah populer dibandingkan dengan Pantai Kuta maupun Pantai Sanur. Padahal dari segi pesona eksotisnya, Pantai Maluk tak kalah. Pasirnya yang putih dan lembut serta matahari yang memancarkan sinar terik, bisa membuat wisatawan betah berjemur. Bagi wisatawan yang tidak ingin berjemur atau berselancar, dapat menghabiskan waktu dengan bermain kano. Setiap kano dapat disewa dengan tarif sebesar Rp 5.000 per jam.

Masakan Laut
Puas berjemur, berselancar maupun bermain kano, wisatawan dapat mengisi perut dengan berbagai masakan laut yang membangkitkan selera. Menikmati sea food sembari menyaksikan gulungan ombak berkejar-kejaran memang sangat nikmat. Kendati mulai banyak dikunjungi wisatawan mancanegara, sayangnya fasilitas yang ada masih perlu dibenahi. Memang fasilitas di Pantai Maluk terkesan masih minim. Memang fasilitas seperti pancuran terbuka, rumah makan, arena voli pantai serta fasilitas bermain anak-anak telah tersedia. Hanya saja fasilitas tersebut kapasitasnya masih minim.
Menurut Kepala Desa Maluk, Mukhlis HM, fasilitas yang ada saat ini sebenarnya jauh memadai dibandingkan beberapa tahun lalu. "Sekitar empat tahun lalu Pantai Maluk masih banyak ditumbuhi oleh semak belukar. Sekarang jauh lebih baik," ujar Mukhlis.
Masalah lain barangkali berkaitan dengan fasilitas menginap. Memang telah ada hotel dengan tarif berkisar Rp 150.000 – Rp 250.000 per hari. Namun fasilitasnya masih terkesan seadanya. Belum dikelola secara profesional dan serius. Meski demikian, dibandingkan dengan pantai-pantai lainnya di Sumbawa Barat, fasilitas di Pantai Maluk sesungguhnya jauh lebih memadai. Di Pantai Sekongkang, misalnya, bahkan fasilitas yang tersedia boleh dibilang tak memadai. Kurangnya promosi membuat Pantai Sekongkang kalah pamor dibandingkan dengan Pantai Maluk.
Padahal ombak Pantai Sekongkang ini pun telah masuk kategori ombak terbaik di dunia bagi kalangan peselancar. Oleh para peselancar, ombak Pantai Sekongkang dijuluki dengan Ombak Yoyo. Pasalnya, gerakan ombak di Pantai Sekongkang ibarat mainan yoyo yang terayun-ayun naik turun kala dimainkan oleh anak-anak.
Di masa mendatang potensi obyek wisata pantai di Kabupaten Sumbawa Barat memang masih dapat dioptimalkan. Jika digarap dengan serius, bisa jadi pesona pantai nan eksotis Sumbawa Barat mampu menggeser popularitas Bali sebagai destinasi wisatawan dunia

Oleh: Didit Ernanto [Sinar Harapan]

Potlot Adventure Selanjutnya...

Wednesday, July 21, 2010

Anang's Blog

Anang's Blog


Teman Touring

Posted: 21 Jul 2010 03:50 AM PDT


Teman Touring.. HSX 125

Hmmm... Mari tamasya, let's go touring..!! Berjalan-jalan menikmati indahnya bumi pertiwi kita.... Indonesia begitu dianugerahi oleh alamnya yang indah....

Yes. I do love travelling...! Saya suka menjelajahi jalan dan tempat baru bersamanya.. Puluhan ribu sudah terlampaui dan banyak momen serta kejadian baru yang mengiringi deru derap langkah kuda besi tersebut....

Anang's Blog Selanjutnya...